Darmediatama.com – Dalam dunia mainan, ada satu nama yang kini sedang naik daun: Boneka Labubu. Kepopuleran boneka ini melesat tak terbendung setelah berkolaborasi dengan Lalisa Manoban, anggota BLACKPINK yang memiliki pengaruh besar di seluruh dunia. Kehadiran Lisa sebagai ikon dalam kampanye boneka Labubu membuatnya bukan hanya mainan biasa, tapi juga simbol status baru di kalangan anak sekolah.
Kolaborasi dengan Lisa membawa boneka Labubu menjadi tren global, menarik perhatian tidak hanya dari anak-anak tetapi juga orang dewasa. Promosi yang begitu kuat melalui media sosial membuat penjualan boneka ini meroket, bahkan di pasar internasional. Fenomena ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh figur publik dalam membentuk tren yang melintasi batasan budaya.
Namun, popularitas Labubu memunculkan dampak sosial yang tak terduga, terutama di kalangan anak sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Boneka ini kini dianggap sebagai simbol gengsi, di mana memiliki Labubu menjadi penentu diterima atau tidaknya seorang anak dalam pergaulan. Akibatnya, banyak anak yang merasa tertekan dan meminta orang tua mereka untuk membeli boneka ini, bukan karena kebutuhan, tetapi untuk mengikuti tren.
Beberapa sekolah bahkan mengambil langkah untuk melarang boneka Labubu di lingkungan sekolah. Kebijakan ini diambil untuk mencegah dampak negatif lebih lanjut, seperti peningkatan tekanan sosial dan persaingan yang tidak sehat di antara siswa.
Media Sosial dan Tekanan Sosial Anak-anak Tren ini juga menggambarkan betapa besar pengaruh media sosial terhadap anak-anak, yang sering kali menggunakan platform ini tanpa pengawasan yang memadai dari orang tua. Mereka cenderung mengikuti tren secara membabi buta, tanpa menyadari konsekuensinya. Rasa takut tertinggal dan kecemasan untuk tidak “keren” di mata teman-temannya bisa berujung pada masalah kesehatan mental.
Dalam hal ini, peran orang tua menjadi sangat penting. Bimbingan dan keterlibatan aktif dalam aktivitas anak-anak di media sosial dapat membantu mengurangi dampak negatif dari tren seperti ini. Orang tua perlu mengajarkan anak-anak untuk tidak mudah terbawa arus tren yang kurang bermanfaat, serta menekankan pentingnya memahami nilai-nilai yang lebih mendalam dibanding sekadar mengikuti standar sosial yang dangkal.
Dengan tren yang terus berkembang, penting bagi kita semua untuk lebih peka terhadap dampaknya, terutama pada generasi muda.
Leave a Comment